Asal mula bahasa pada spesies manusia telah menjadi topik perdebatan para ahli selama beberapa abad. Walaupun begitu, tidak ada kesepakatan umum mengenai kapan dan umur bahasamanusia secara pasti. Salah satu permasalahan yang membuat topik ini sangat sulit dikaji adalah kurangnya bukti langsung. Akibatnya, para ahli yang ingin meneliti asal mula bahasa harus menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti lain seperti catatan-catatan fosil atau bukti-bukti arkeologis, dari keberagamanan bahasa kontemporer, dari kajian akuisisi bahasa, dan dari perbandingan antara bahasa manusia dengan sistem komunikasi hewan, terutama sistem komunikasi primata lain. Secara umum ada kesepakatan bahwa asal mula bahasa manusia berkaitan erat dengan asal usul perilaku manusia modern, namun perbedaan pendapat terjadi mengenai implikasi-implikasi dan keterarahan hubungan keduanya.
Pendekatan terhadap asal mula bahasa dapat dibagi berdasarkan asumsi dasarnya. "Teori Keberlanjutan" yaitu berdasarkan ide bahwa bahasa sangat kompleks sehingga tidak dapat dibayangkan ia timbul begitu saja dari ketiadaan menjadi bentuk akhir seperti sekarang: ia pastinya berkembang dari sistem pre-linguistik awal di antara leluhur primata kita. "Teori Ketakberlanjutan" yaitu berdasarkan ide yang berlawanan -- bahwa bahasa adalah suatu sifat sangat unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan apapun yang ditemukan pada spesies selain manusia dan oleh karena ia pasti muncul secara tiba-tiba selama perjalanan evolusi manusia. Perbedaan lainnya yaitu antara teori yang melihat bahasa sebagai bawaan lahir yang ter-sandi secara genetis, dan mereka yang melihatnya sebagai sebuah sistem yang secara umum kultural -- dipelajari lewat interaksi sosial.
Noam Chomsky adalah pendukung utama dari teori ketakberlanjutan. "Pandangan Noam Chomsky terhadap sifat dasar dari Tatabahasa Universal (TU, tatabahasa universal lahiriah) telah lama menjadi dominan dalam bidang linguistik, tapi TU sendiri telah mengalami perubahan besar dari dekade ke dekade" (Christiansen, 59). Dia berargumen bahwa sebuah peluang mutasi terjadi pada salah satu individu dalam rentang 100.000 tahun yang lalu, mengakibatkan munculnya kemampuan bahasa (sebuah komponen dalam otak) secara "instan" dalam bentuk yang "sempurna" atau "hampir-sempurna". Argumentasi secara filosofinya berbunyi sebagai berikut: pertama, dari apa yang diketahui mengenai evolusi, setiap perubahan biologis dalam suatu spesies timbul dari perubahan genetis secara acak pada satu individu, yang menyebar dalam satu kelompok peranakan. Kedua, dari perspektif komputasi dalam teori bahasa: satu-satunya perubahan yang dibutuhkan adalah kemampuan kognitif untuk membentuk dan memproses struktur data rekursif dalam pikiran (properti dari "diskrit tak-terbatas", yang muncul hanya unik pada manusia). Perubahan genetis ini, yang memberikan otak manusia suatu properti diskrit tak-terbatas, Chomsky beralasan, secara esensial merupakan loncatan yang menyebabkan dapat menghitung dari bilangan N, dengan N adalah bilangan pasti, sampai mampu menghitung sampai bilangan tak-terbatas (misalnya, jika N dapat dibentuk begitu juga N+1). Dari pernyataan di atas bahwa evolusi kemampuan bahasa pada manusia adalah saltasi karena, secara logika, tidak mungkin ada transisi secara bertingkat dari otak yang mampu menghitung pada bilangan tertentu, menjadi otak yang mampu berpikir mengenai ketak-terbatasan. Gambarannya, dengan analogi sederhana, adalah bahwa formasi kemampuan berbahasa pada manusia adalah serupa dengan formasi kristal; diskrit tak-terbatas merupakan bibit kristal dalam otak super primata, yang mendekati perkembangan menjadi otak manusia, oleh hukum fisika, saat sebuah batu kecil, tapi sangat penting, dilanjutkan oleh evolusi. Dari teori tersebut dikatakan bahwa bahasa memang bukan secara tiba-tiba muncul selama sejarah evolusi manusia. Dari sini, seseorang dapat beralasan bahwa munculnya bahasa adalah dikembangkan, tidak secara lahiriah dalam psikis manusia, tapi dari sifat awal yang ada dalam otak primata.
Pendekatan terhadap asal mula bahasa dapat dibagi berdasarkan asumsi dasarnya. "Teori Keberlanjutan" yaitu berdasarkan ide bahwa bahasa sangat kompleks sehingga tidak dapat dibayangkan ia timbul begitu saja dari ketiadaan menjadi bentuk akhir seperti sekarang: ia pastinya berkembang dari sistem pre-linguistik awal di antara leluhur primata kita. "Teori Ketakberlanjutan" yaitu berdasarkan ide yang berlawanan -- bahwa bahasa adalah suatu sifat sangat unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan apapun yang ditemukan pada spesies selain manusia dan oleh karena ia pasti muncul secara tiba-tiba selama perjalanan evolusi manusia. Perbedaan lainnya yaitu antara teori yang melihat bahasa sebagai bawaan lahir yang ter-sandi secara genetis, dan mereka yang melihatnya sebagai sebuah sistem yang secara umum kultural -- dipelajari lewat interaksi sosial.
Noam Chomsky adalah pendukung utama dari teori ketakberlanjutan. "Pandangan Noam Chomsky terhadap sifat dasar dari Tatabahasa Universal (TU, tatabahasa universal lahiriah) telah lama menjadi dominan dalam bidang linguistik, tapi TU sendiri telah mengalami perubahan besar dari dekade ke dekade" (Christiansen, 59). Dia berargumen bahwa sebuah peluang mutasi terjadi pada salah satu individu dalam rentang 100.000 tahun yang lalu, mengakibatkan munculnya kemampuan bahasa (sebuah komponen dalam otak) secara "instan" dalam bentuk yang "sempurna" atau "hampir-sempurna". Argumentasi secara filosofinya berbunyi sebagai berikut: pertama, dari apa yang diketahui mengenai evolusi, setiap perubahan biologis dalam suatu spesies timbul dari perubahan genetis secara acak pada satu individu, yang menyebar dalam satu kelompok peranakan. Kedua, dari perspektif komputasi dalam teori bahasa: satu-satunya perubahan yang dibutuhkan adalah kemampuan kognitif untuk membentuk dan memproses struktur data rekursif dalam pikiran (properti dari "diskrit tak-terbatas", yang muncul hanya unik pada manusia). Perubahan genetis ini, yang memberikan otak manusia suatu properti diskrit tak-terbatas, Chomsky beralasan, secara esensial merupakan loncatan yang menyebabkan dapat menghitung dari bilangan N, dengan N adalah bilangan pasti, sampai mampu menghitung sampai bilangan tak-terbatas (misalnya, jika N dapat dibentuk begitu juga N+1). Dari pernyataan di atas bahwa evolusi kemampuan bahasa pada manusia adalah saltasi karena, secara logika, tidak mungkin ada transisi secara bertingkat dari otak yang mampu menghitung pada bilangan tertentu, menjadi otak yang mampu berpikir mengenai ketak-terbatasan. Gambarannya, dengan analogi sederhana, adalah bahwa formasi kemampuan berbahasa pada manusia adalah serupa dengan formasi kristal; diskrit tak-terbatas merupakan bibit kristal dalam otak super primata, yang mendekati perkembangan menjadi otak manusia, oleh hukum fisika, saat sebuah batu kecil, tapi sangat penting, dilanjutkan oleh evolusi. Dari teori tersebut dikatakan bahwa bahasa memang bukan secara tiba-tiba muncul selama sejarah evolusi manusia. Dari sini, seseorang dapat beralasan bahwa munculnya bahasa adalah dikembangkan, tidak secara lahiriah dalam psikis manusia, tapi dari sifat awal yang ada dalam otak primata.
Teori isyarat menyatakan bahwa bahasa manusia berkembang dari isyarat yang digunakan sebagai komunikasi sederhana.
Dua tipe bukti mendukung teori ini.
- Bahasa isyarat dan bahasa lisan bergantung pada sistem neural yang sama. Bagian pada cortex yang bertanggung jawab terhadap pergerakan mulut dan tangan.
- Primata selain manusia menggunakan isyarat atau simbol setidaknya untuk komunikasi primitif, dan beberapa dari isyarat tersebut mirip dengan yang digunakan pada manusia, seperti "isyarat meminta", dengan tangan direntangkan, yang manusia memiliki kesamaan dengan simpanse.
Penelitian telah menemukan bukti kuat untuk ide bahwa bahasa lisan dan bahasa isyarat bergantung pada struktur neural yang sama. Pasien yang menggunakan bahasa isyarat, dan yang menderita left-hemisphere lesion, memperlihatkan disorder yang sama dengan bahasa isyarat sebagaimana pasien vokal dengan bahasa oral-nya. [72] Peneliti lain menemukan bagian left-hemisphere otak yang aktif saat melakukan bahasa isyarat sama dengan saat menggunakan bahasa vokal atau tulisan.
Pertanyaan penting untuk teori isyarat yaitu kenapa terjadi peralihan ke penggunaan vokalisasi. Terdapat tiga penjelasan yang memungkinkan:
- Nenek moyang kita mulai menggunakan alat yang lebih banyak, artinya kedua tangan mereka sedang digunakan dan tidak dapat digunakan untuk melakukan isyarat.
- Penggunaan isyarat membutuhkan dua invidu yang berkomunikasi dapat melihat satu sama lain. Pada banyak situasi, mereka butuh berkomunikasi, bahkan tanpa kontak visual -- misalnya saat malam hari atau saat dedaunan menghalangi pemandangan.
- Hipotesis gabungan memegang bahwa bahasa awal menggunakan bagian isyarat dan bagian vokal mimemis (meniru 'lagu-dan-tarian'), menggabungkan modalitas karena semua sinyal (seperti para kera dan monyet) masih diperlukan untuk berbiaya supaya secara intrinsik meyakinkan. Oleh sebab itu, setiap penampilan multi-media diperlukan tidak hanya untuk menghilangkan ambigu dari arti sebenarnya tapi juga untuk menginspirasi kepercayaan dalam realibilitas sinyal. Hal ini menunjukkan bahwa hanya saat pemahaman komunitas muncul maka secara otomatis diasumsikan kepercayaan dalam upaya komunikatif, paling tidak membolehkan Homo sapiens berpindah ke format standar yang lebih efisien. Karena fitur perbedaan vokal (kontras suara) cocok untuk tujuan ini, maka hanya pada titik tersebut - saat bahasa tubuh yang secara intrinsik persuasif tidak lagi dibutuhkan untuk menyampaikan setiap pesan - bahwa pemilihan perpindahan dari isyarat manual ke bahasa ucapan terjadi.
Manusia masih menggunakan tangan dan isyarat wajah saat berbicara, terutama saat seseorang bertemu dengan orang lain yang berbeda bahasa. Dan ada juga, sudah pasti, sejumlahbahasa isyarat yang masih eksis, biasanya berkaitan dengan komunitas tuli; penting juga diketahui bahwa bahasa isyarat memiliki kompleksitas, kecanggihan, dan kekuatan ekspresif yang sama dengan bahasa oral yang ada -- fungsi kognitifnya sama dan bagian otak yang digunakan juga sama -- perbedaannya adalah "fonem" diproduksi oleh tubuh bagian luar, diartikulasikan dengan tangan, badan, dan ekspresi muka, bukan dengan bagian dalam tubuh yang diartikulasikan dengan lidah, gigi, bibir, dan pernapasan.
Kritik terhadap teori isyarat menyatakan bahwa sangat sulit untuk menyebutkan alasan serius mengapa komunikasi vokal berbasis-nada (yang digunakan pada primata) ditinggalkan demi komunikasi yang kurang efektif selain suara, komunikasi isyarat. Namun, Michael Corballis telah menunjukan bahwa komunikasi vokal primata (seperti teriakan peringatan) tidak bisa dikontrol secara sadar, tidak seperti gerakan tangan, dan maka ia tidak kredibel sebagai prekursor bagi bahasa manusia; vokalisasi primata agak homologi dengan dan terus menerus dalam refleks yang disengaja (terhubung dengan dasar emosi manusia) seperti teriakan atau tertawa (fakta bahwa hal tersebut dapat dipalsukan tidak membantah fakta bahwa respons asli tak sengaja saat takut atau terkejut tetap ada). Juga, isyarat bukannya secara umum kurang efektif, dan bergantung pada situasi bisa jadi menguntungkan, sebagai contohnya dalam suatu lingkungan yang bising atau apakah perlu untuk diam, seperti saat berburu. Tantangan lain untuk teori "isyarat-lebih-dahulu" telah dikemukakan oleh peneliti dalam psikolinguistik, termasuk David McNeill.
0 komentar:
Posting Komentar